Karya Atiwa-tiwa Desa Adat Kemenuh, Diselenggarakan Kinembulan, Upacarai 84 Sawa

    Karya Atiwa-tiwa Desa Adat Kemenuh, Diselenggarakan Kinembulan, Upacarai 84 Sawa
    Prosesi ngeseng (pembakaran) pada puncak karya atiwa-tiwa atau upacara ngaben di Desa Adat Kemenuh, Sukawati, Gianyar, Jumat (19/8).

    GIANYAR - Desa Adat Kemenuh, Kecamatan Sukawati, Kabupaten Gianyar rutin menggelar karya atiwa-tiwa masa (upacara ngaben massal) setiap tiga tahun sekali. Tahun ini ngaben kembali digelar dengan mengupacarai sebanyak 84 sawa se-Banjar Adat Kemenuh yang meliputi Banjar Kemenuh, Banjar Kemenuh Kelod, dan Banjar Kemenuh Kangin.

    Bendesa Adat Kemenuh, Ida Bagus Putu Alit, menyampaikan, dalam pelaksanaan upacara ngaben di Desa Adat Kemenuh tahun 2022 dilaksanakan secara kinembulan atau bersama-sama dengan biaya ditanggung bersama oleh pengamong atau krama yang memiliki sawa serta pendanaan dari kas Desa Adat dan LPD Kemenuh. Selain itu, terdapat bantuan dana dari Bupati Gianyar, DPRD Gianyar, dan donatur lainnya.

    "Digelarnya ngaben secara kinembulan ini, bertujuan agar dalam pelaksanaan upacara hemat biaya dan tidak memakan waktu terlalu lama. Setiap pengamong dikenakan biaya 6 juta rupiah, untuk biaya ngaben hingga nyekah yang akan dilaksanakan tanggal 31 Agustus nanti, " ujar Ida Bagus Alit di sela-sela pelaksanaan upacara, Jumat (19/8).

    Rangkaian pelaksanaan Atiwa-tiwa Desa Adat Kemenuh diawali upacara mapekeling di Pura Kahyangan Tiga pada hari Senin (8/8). Upacara ngentenin di Setra Kemenuh dilaksanakan hari Minggu (14/8) dan upacara ngendag pada Selasa (16/8).

    Setelah ngreka kajang pada Rabu (17/8), upacara berlanjut dengan ngening dan upadesa pada Kamis (18/8). Rangkaian upadesa tersebut dilaksanakan di peyadnyan yang berlokasi di barat Setra Kemenuh. Upacara ini di-puput oleh Ida Pedanda Griya Ageng Kemenuh dan Ida Rsi Bhujangga Griya Angkling.

    Selanjutnya hari Jumat (19/8) dilaksanakan rangkaian upacara yang disebut pengutangan. Rangkaiannya diawali ngokoh pada pagi harinya. Ngokoh atau disebut juga ngagah, yakni prosesi menggali kuburan untuk memungut tulang belulang dari sawa bersangkutan. Untuk sawa atau jenazah dengan kondisi tertentu, langsung dibakar di tempat. Sementara tulang-belulang dari sawa lainnya dibersihkan dan dipersiapkan untuk dinaikkan ke petulangan yang telah disiapkan.

    Puluhan petulangan mulai diarak dari Perempatan Kemenuh saat tengah hari. Dalam ngaben kali ini, kebanyakan krama menggunakan tabla, yakni jenis petulangan sederhana yang berupa kotak. Ada pula petulangan berupa lembu, naga kaang, bawi srenggi, dan macan selem.

    Setelah semua petulangan tiba di bale pemuunan, prosesi pun berlanjut dipimpin oleh walaka masing-masing. Semua sawa, kajang, serta sarana upakara lainnya dinaikkan ke petulangan dan diperciki berbagai jenis tirta yang telah disiapkan. Selanjutnya dilakukan ritual ngeseng atau pembakaran hingga sore hari. Pada hari itu dilaksanakan pula upacara ngelungah yang diikuti 19 peserta.

    Prosesi nuduk galih dan ngreka galih dilaksanakan pada Sabtu (20/8). Selanjutnya dilaksanakan pengiriman yang di-puput oleh Ida Pedanda Griya Jeroan Kemenuh dan Ida Rsi Bhujangga Griya Angkling. Kemudian upacara nganyut ke Segara (Pantai) Lembeng, Ketewel. Rangkaian ngaben pun berakhir dengan ritual mapegat. Sebagai upacara pembersihan setelah ngaben, dilaksanakan pecaruan balik sumpah di setra pada Senin (22/8).

    Pelaksanaan upacara ngaben kinembulan yang digelar Desa Adat Kemenuh mendapat apresiasi dari Bupati Gianyar, I Made Mahayastra. Saat hadir di peyadnyan setempat, Kamis (18/8) lalu, Bupati berkata, pelaksanaan upacara dengan bergotong-royong atau kinembulan akan sangat meringankan krama. Dia menekankan pentingnya efisiensi dalam upacara yadnya. "Jangan sampai adat membebani krama, " ucapnya. (Rka)

    gianyar bali
    Ray

    Ray

    Artikel Sebelumnya

    Pemerintah Kurang Perhatikan Terhadap Pengrajin...

    Artikel Berikutnya

    'Hidden Gem' Kuliner Ubud, Mie Bubeng yang...

    Berita terkait

    Rekomendasi

    Mengenal Lebih Dekat Koperasi
    Hendri Kampai: Swasembada Pangan dan Paradoks Kebijakan
    Hendri Kampai: Negara Gagal Ketika Rakyat Ditekan dan Oligarki Diberi Hak Istimewa
    Hendri Kampai: Pemimpin Inlander Selalu Bergantung pada Asing
    Tegalalang Rice Terraces: A Glimpse into Bali’s Timeless Beauty

    Ikuti Kami